Halaman

Kamis, 29 Maret 2012

GAS BUANG


GAS BUANG

A.    Analisa Emisi gas buang
Printout Pemerintah dengan program langit birunya berupaya dan bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber tidak bergerak (industri) maupun sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor.
Karena itu secara berkala kendaraan kita wajib diperiksakan emisi gas buangnya. Masalahnya, sudah mengertikah kita akan hal itu?, terkadang kita dapatkan hasil printout dari bengkel dimana kita melakukan pemeriksaan gas buang kendaraan kita itu, tetapi kita tidak mengerti maksudnya apa. apakah pemeriksaan itu sudah benar? Disini saya akan membicarakan Analisa hanya pada kendaraan berbahan bakar bensin saja.
Sebagai contoh, kita lihat printout di sebelah ini dan terbaca,
Ø  CO 1.06%
Ø  CO2 13.9%
Ø  HC 217ppm
Ø  O2 1.67
Ø  Lambda 1.037
Sebelum kita mengartikannya, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu Proses kimia pada pembakaran mesin. Pada proses pembakaran tentu diperlukan oksigen dan oksigen ini didapat dari udara bebas. Para pakar telah mengidentifikasi bahwa udara terdiri dari, Oxygen (O2) sebanyak 21%, Nitogen (N2) 78% dan 1% sisanya adalah gas-gas lainnya.
Ikatan Hydrocarbon (HC) pada bahan bakar (BB) akan hanya bereaksi dengan oksigen pada saat proses pembakaran sempurna, dan menghasilkan air (H2O) serta karbondioksida (CO2) sedangkan Nitrogen akan keluar sebagai N2. Sayangnya pada kondisi-kondisi tertentu pembakaran menjadi tidak sempurna dan hal ini menghasilkan gas-gas buang yang berbahaya bagi kehidupan, seperti terbentuknya karbon monoksida (CO) dan juga Nitrogen oksida (NOx).
Teoritis pembakaran sempurna didapat dengan perbandingan udara/BB (Air to fuel ratio) adalah 14,7 dan sering disebut sebagai Stoichiometry dan sering disebut juga sebagai perbandingan Lambda=1.
Air to Fuel Ratio (sering disingkat AFR) > 14,7 disebut sebagai Lean Combustion sedangkan sebaliknya disebut sebagai Rich combustion.
Pada pembakaran ideal sudah disebutkan diatas akan menghasilkan H2O, CO2 serta N2, Namun secara praktis pembakaran pada mesin tidaklah sempurna walau pada mesin dengan technologi tinggi sekalipun.
Pada diagram diatas bisa dilihat, garis hitam adalah garis stoichiometry dimana pada pembakaran ini akan didapat nilai kurang lebihnya dan menjadi baku mutu emisi.
Ø  CO max 2.5% (1.5% max diberlakukan untuk kendaraan injeksi)
Ø  HC < 300ppm
Ø  CO2 harus lebih besar dari 12% dan maksimum teoritis adalah 15.5%
Ø  O2 < 2%
Sampai sini jelas, hasil printout diatas masih memenuhi kriteria lulus uji emisi, walau bisa dibilang kurang sempurna. Bisa dilihat pada printout tidak terdapatnya informasi pada suhu dan RPM berapa uji emisi ini di lakukan.
Karena itulah, saat ingin Uji emisi, pastikan Alat uji terkalibrasi dan juga pastikan uji emisi dilakukan pada beberpa RPM yang biasanya dilakukan pada rpm idle serta rpm berkisar 2000 hingga 3000rpm. Serta pastikan juga minta printout dengan informasi yang lengkap. Tulisan ini dibuat berdasarkan acuan dari,
Ø  Nippondenso training manual
Ø  Toyota training manual
Ø  Otomotif (tabloid)

B.     Dampak Pencemaran dan Aturan Emisi Gas Buang Motor
Landasan pengaturan pencemaran udara, khususnya yang berasal dari kendaraan bermotor di Indonesia adalah UU No. 14 Th. 1992 tentang Lalu Lintas & Angkutan Jalan (Ps. 50), UU No. 23 Th. 1992 tentang Kesehatan Nasional, UU No. 23 Th. 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. =11 Th. 1999 tentang PP No. 41 Th. 1999 yang lahir sebagai mandat dari UU No. 23 Th. 1997, diharapkan menjadi landasan langkah penciptaan kondisi udara ke arah kondisi yang layak dihirup oleh masyarakat. Asas pertimbangan lahirnya PP ini, bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya dan juga bermanfaat bagi pelestarian lingkungan hidup. Sebetulnya, masalah utama pencemaran udara yang diakibatkan oleh transportasi sudah diatur dan menjadi pokok bahasan dari UU No. 14 Th. 1992. Bahkan UU tersebut memberikan "sanksi pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggitingginya Rp. 2.000.000; kepada setiap kendaraan bermotor yang tidak memenuhi kewajiban persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan dan kepada setup pemilik, pengusaha angkutan umum dan atau pengemudi kendaraan bermotor yang tidak mencegah terjadinya pencemaran udara (Ps. SD)". Terlepas apakah PP tentang Pencemaran Udara merupakan peraturan pelaksana dari pasal50 UU No. 14 Th. 1992 atau hanya bagian dari peraturan pelaksana yang diamanatkan oleh UU No. 23 Th. 1997, yang pasti kedua peraturan perundang-undangan itu tidak menyentuh upaya penghapusan bensin bertimbal.
UU No. 14 Th. 1992 misalnya, hanya mengatur mengenai kewajiban pengguna/pemakai kendaraan bermotor, padahal dalam kaitannya dengan bensin bertimbal, tanggungjawab bukan terletak pada pemakai kendaraan bermotor tersebut sebagai konsumen, tetapi merupakan tanggung jawab dari Pertamina sebagai produsen. Lainnya, yaitu PP No. 41 Th. 1999 mengatur mengenai kewajiban produsen, dalam hal ini misalnya Pertamina, untuk menaati ambang batas emisi udara dalam produksinya. Alasan lainnya adalah apabila kita mengacu kepada definisi pencemaran udara yang tercantum dalam referensi-referensi tentang pencemaran udara, termasuk didalamnya PP tentang Pencemaran Udara yang mengatakan pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Toleransi yang berwujud nilai ambang batas yang diberikan dalam ruang udara ambien didasari oleh kemampuan atmosfir udara dalam menetralisir dan menstabilkan dalam batas-batas tertentu dalam ekosistem. Apabila kita kaitkan dengan karakteristik zat-zat/bahan-bahan emisi gas buang, khususnya bensin bertimbal yang bersifat akumulatif, maka zat/bahan sisa buangan ini yang terhirup dan selanjutnya terakumulasi dalam tubuh manusia, tentu tidak lagi dapat ditetapkan nilai ambang batasnya. Emisi, diberikan suatu toleransi (batas maksimum) bahan pencemar yang boleh dikeluarkan. Artinya bila batas maksimum tidak ditekan ke titik paling rendah, maka bahan pencemar akan terakumulasi sehingga tetap akan memperparah kondisi & kualitas udara (comulative effect). Kekhawatiran ini didasari oleh kenaikan yang sangat pesat dari jumlah kendaraan dan industri di kota-kota besar, Jakarta & Surabaya misalnya, yang tidak sebanding dengan daya dukung lingkungan.

C.     Strategi menurunkan emisi gas buang
Sebagian dari gas buang yang dikeluarkan beracun, dan sebagian besar berupa gas rumah kaca yang pada gilirannya mengakibatkan pemanasan global, untuk itu berbagai strategi dilakukan:
·         Pengetatan standar emisi gas buang melalui tehnologi.
·         Kebijakan fiskal
o   Pajak kendaraan
o   Pajak bahan bakar
o   Insentif fiskal untuk alat yang ramah lingkungan
·         Peningkatan kelancaran lalu lintas
o   Pembatasan lalu lintas
o   Sistem lalu lintas pintar /Intelligent Transport System
o   Peningkatan kapasitas infrastruktur
·         Peningkatan kualitas bahan bakar
o   Optimasi kualitas bahan bakar
o   Pengembangan bahan bakar nabati
o   Pengembangan bahan bakar alternatif
§  Hidrogen
§  Listrik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar