GAS BUANG
A. Analisa
Emisi gas buang
Printout Pemerintah dengan program
langit birunya berupaya dan bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah
pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber
tidak bergerak (industri) maupun sumber bergerak yaitu kendaraan bermotor.
Karena itu secara berkala kendaraan kita
wajib diperiksakan emisi gas buangnya. Masalahnya, sudah mengertikah kita akan
hal itu?, terkadang kita dapatkan hasil printout dari bengkel dimana kita
melakukan pemeriksaan gas buang kendaraan kita itu, tetapi kita tidak mengerti
maksudnya apa. apakah pemeriksaan itu sudah benar? Disini saya akan
membicarakan Analisa hanya pada kendaraan berbahan bakar bensin saja.
Sebagai
contoh, kita lihat printout di sebelah ini dan terbaca,
Ø CO
1.06%
Ø CO2
13.9%
Ø HC
217ppm
Ø O2
1.67
Ø Lambda
1.037
Sebelum kita mengartikannya, ada baiknya
kita memahami terlebih dahulu Proses kimia pada pembakaran mesin. Pada proses
pembakaran tentu diperlukan oksigen dan oksigen ini didapat dari udara bebas.
Para pakar telah mengidentifikasi bahwa udara terdiri dari, Oxygen (O2)
sebanyak 21%, Nitogen (N2) 78% dan 1% sisanya adalah gas-gas lainnya.
Ikatan Hydrocarbon (HC) pada bahan bakar
(BB) akan hanya bereaksi dengan oksigen pada saat proses pembakaran sempurna,
dan menghasilkan air (H2O) serta karbondioksida (CO2) sedangkan Nitrogen akan
keluar sebagai N2. Sayangnya pada kondisi-kondisi tertentu pembakaran menjadi
tidak sempurna dan hal ini menghasilkan gas-gas buang yang berbahaya bagi
kehidupan, seperti terbentuknya karbon monoksida (CO) dan juga Nitrogen oksida
(NOx).
Teoritis pembakaran sempurna didapat
dengan perbandingan udara/BB (Air to fuel ratio) adalah 14,7 dan sering disebut
sebagai Stoichiometry dan sering disebut juga sebagai perbandingan Lambda=1.
Air to Fuel Ratio (sering disingkat AFR)
> 14,7 disebut sebagai Lean Combustion sedangkan sebaliknya disebut sebagai
Rich combustion.
Pada pembakaran ideal sudah disebutkan
diatas akan menghasilkan H2O, CO2 serta N2, Namun secara praktis pembakaran
pada mesin tidaklah sempurna walau pada mesin dengan technologi tinggi
sekalipun.
Pada diagram diatas bisa dilihat, garis
hitam adalah garis stoichiometry dimana pada pembakaran ini akan didapat nilai
kurang lebihnya dan menjadi baku mutu emisi.
Ø CO
max 2.5% (1.5% max diberlakukan untuk kendaraan injeksi)
Ø HC
< 300ppm
Ø CO2
harus lebih besar dari 12% dan maksimum teoritis adalah 15.5%
Ø O2
< 2%
Sampai sini jelas, hasil printout diatas
masih memenuhi kriteria lulus uji emisi, walau bisa dibilang kurang sempurna.
Bisa dilihat pada printout tidak terdapatnya informasi pada suhu dan RPM berapa
uji emisi ini di lakukan.
Karena itulah, saat ingin Uji emisi,
pastikan Alat uji terkalibrasi dan juga pastikan uji emisi dilakukan pada
beberpa RPM yang biasanya dilakukan pada rpm idle serta rpm berkisar 2000
hingga 3000rpm. Serta pastikan juga minta printout dengan informasi yang
lengkap. Tulisan ini dibuat berdasarkan acuan dari,
Ø Nippondenso
training manual
Ø Toyota
training manual
Ø Otomotif
(tabloid)
B. Dampak
Pencemaran dan Aturan Emisi Gas Buang Motor
Landasan pengaturan
pencemaran udara, khususnya yang berasal dari kendaraan bermotor di Indonesia
adalah UU No. 14 Th. 1992 tentang Lalu Lintas & Angkutan Jalan (Ps. 50), UU
No. 23 Th. 1992 tentang Kesehatan Nasional, UU No. 23 Th. 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. =11 Th. 1999 tentang PP No. 41 Th. 1999
yang lahir sebagai mandat dari UU No. 23 Th. 1997, diharapkan menjadi landasan
langkah penciptaan kondisi udara ke arah kondisi yang layak dihirup oleh
masyarakat. Asas pertimbangan lahirnya PP ini, bahwa udara sebagai sumber daya
alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya dan juga
bermanfaat bagi pelestarian lingkungan hidup. Sebetulnya, masalah utama
pencemaran udara yang diakibatkan oleh transportasi sudah diatur dan menjadi
pokok bahasan dari UU No. 14 Th. 1992. Bahkan UU tersebut memberikan
"sanksi pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda
setinggitingginya Rp. 2.000.000; kepada setiap kendaraan bermotor yang tidak
memenuhi kewajiban persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat
kebisingan dan kepada setup pemilik, pengusaha angkutan umum dan atau pengemudi
kendaraan bermotor yang tidak mencegah terjadinya pencemaran udara (Ps.
SD)". Terlepas apakah PP tentang Pencemaran Udara merupakan peraturan
pelaksana dari pasal50 UU No. 14 Th. 1992 atau hanya bagian dari peraturan
pelaksana yang diamanatkan oleh UU No. 23 Th. 1997, yang pasti kedua peraturan
perundang-undangan itu tidak menyentuh upaya penghapusan bensin bertimbal.
UU No. 14 Th. 1992
misalnya, hanya mengatur mengenai kewajiban pengguna/pemakai kendaraan
bermotor, padahal dalam kaitannya dengan bensin bertimbal, tanggungjawab bukan
terletak pada pemakai kendaraan bermotor tersebut sebagai konsumen, tetapi
merupakan tanggung jawab dari Pertamina sebagai produsen. Lainnya, yaitu PP No.
41 Th. 1999 mengatur mengenai kewajiban produsen, dalam hal ini misalnya
Pertamina, untuk menaati ambang batas emisi udara dalam produksinya. Alasan
lainnya adalah apabila kita mengacu kepada definisi pencemaran udara yang
tercantum dalam referensi-referensi tentang pencemaran udara, termasuk
didalamnya PP tentang Pencemaran Udara yang mengatakan pencemaran udara adalah
masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Toleransi yang berwujud
nilai ambang batas yang diberikan dalam ruang udara ambien didasari oleh
kemampuan atmosfir udara dalam menetralisir dan menstabilkan dalam batas-batas
tertentu dalam ekosistem. Apabila kita kaitkan dengan karakteristik
zat-zat/bahan-bahan emisi gas buang, khususnya bensin bertimbal yang bersifat
akumulatif, maka zat/bahan sisa buangan ini yang terhirup dan selanjutnya
terakumulasi dalam tubuh manusia, tentu tidak lagi dapat ditetapkan nilai
ambang batasnya. Emisi, diberikan suatu toleransi (batas maksimum) bahan
pencemar yang boleh dikeluarkan. Artinya bila batas maksimum tidak ditekan ke titik
paling rendah, maka bahan pencemar akan terakumulasi sehingga tetap akan
memperparah kondisi & kualitas udara (comulative effect). Kekhawatiran ini
didasari oleh kenaikan yang sangat pesat dari jumlah kendaraan dan industri di
kota-kota besar, Jakarta & Surabaya misalnya, yang tidak sebanding dengan
daya dukung lingkungan.
C. Strategi
menurunkan emisi gas buang
Sebagian dari gas buang
yang dikeluarkan beracun, dan sebagian besar berupa gas rumah kaca yang pada
gilirannya mengakibatkan pemanasan global, untuk itu berbagai strategi
dilakukan:
·
Pengetatan standar
emisi gas buang melalui tehnologi.
·
Kebijakan fiskal
o Pajak
kendaraan
o Pajak
bahan bakar
o Insentif
fiskal untuk alat yang ramah lingkungan
·
Peningkatan kelancaran
lalu lintas
o Pembatasan
lalu lintas
o Sistem
lalu lintas pintar /Intelligent Transport System
o Peningkatan
kapasitas infrastruktur
·
Peningkatan kualitas
bahan bakar
o Optimasi
kualitas bahan bakar
o Pengembangan
bahan bakar nabati
o Pengembangan
bahan bakar alternatif
§ Hidrogen
§ Listrik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar