BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Pertumbuhan
dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu dari 0
sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age”. Golden
age merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak
secara cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan.
Selain itu, penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat meminimalisir
kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga kelaianan yang bersifat
permanen dapat dicegah (Nutrisiani, 2010).
Usia
0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga
kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas
dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi
yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada
masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas
akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi
dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Nutrisiani, 2010).
Masa
bayi dan anak adalah masa mereka mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan
yang cepat dan sangat penting, dimana nantinya merupakan landasan yang
menentukan kualitas penerus generasi bangsa. Masa kritis anak pada usia 6–24
bulan, karena kelompok umur merupakan saat periode pertumbuhan kritis dan
kegagalan tumbuh (growth failure) mulai terlihat (Amin dkk, 2004).
Keberhasilan
pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan kualitas SDM yang baik.
Pembentukan kualitas SDM yang optimal, baik sehat secara fisik maupun
psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh kembang anak pada usia dini
(Wulandari, 2010).
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah
menjelaskan tentang “Penanganan Bayi Kritis”.
1.3
Tujuan
Untuk mengetahui gejala dan cara
penanganan bayi yang sedang dalam kondisi kritis. Serta antisipasi agar bayi
tidak mengalami keadaa kritis.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Macam-macam
Penyakit Infeksi
Berikut penyakit
infeksi yang sering dialami oleh balita (Rahmah, 2010):
a) Infeksi
saluran pernafasan
Infeksi
saluran pernafasan meliputi penyakit saluran pernafasan bagian atas dan saluran
pernafasan bagian bawah beserta adenoxanya dari seluruh kematian balita. Depkes,
RI (2002) dalam penelitian Lubis, 2008 menyatakan Istilah ISPA mengandung tiga
unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman
atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga
menimbulkan gejala penyakit. Adapun saluran pernapasan adalah organ dimulai
dari hidung sampai alveoli beserta organ adneksa seperti sinus-sinus, rongga
telinga dan pleura. Istilah ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan
bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksanya saluran
pernapasan. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai
dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun
untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA, proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.
Pneumonia
adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya
disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk,
disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah/kedalam
(Lubis, 2008).
Dalam
program P2 ISPA dikenal 3 klasifikasi ISPA yaitu :
1. ISPA
berat, ditandai sesak nafas yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam pada waktu inspirasi (secara klinis ISPA berat=pneumonia berat).
2. ISPA
sedang, bila frekuensi nafas menjadi cepat, yaitu:
Ø Umur
2 bulan sampai1 tahun = 50 kali/menit atau lebih.
Ø Umur
1 sampai 4 tahun = 40 kali/menit atau lebih (secara klinis ISPA
sedang=pneumonia).
3. ISPA
ringan, ditandai dengan batuk atau pilek yang bisa disertai demam, tetapi nafas cepat dan tanpa tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam.
ISPA merupakan pembunuh utama bayi dan
balita di Indonesia. Sebagian besar kematian tersebut diakibatkan oleh ISPA
pneumonia, namun masyarakat masih awam dengan gangguan ini. Penderita cepat
meninggal akibat pneumonia berat dan sering tidak tertolong. Lambatnya
pertolongan ini disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang gangguan ini
(Lubis, 2008).
Terjadinya infeksi saluran pernapasan
pada anak balita disamping adanya bibit penyakit, juga dipengaruhi oleh faktor
anak itu sendiri, seperti anak yang belum mendapat imunisasi campak dan kontak
dengan asap dapur, serta kondisi perumahan yang ditempatinya.
b) Diare
Sampai saat ini penyakit diare masih
menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah
tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO
memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta
diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun
(Adisasmito, 2007).
Diare diartikan sebagai penyakit yang
ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya
(lebih dari tiga kali per hari) dan disertai dengan perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), baik disertai keluarnya darah dan lender maupun tidak
(Suraatmaja, 2007). Sedangkan menurut WHO (2007) diare didefinisikan sebagai
berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam) (Nutrisiani,
2010).
Secara umum diare didefinisikan sebagai
berak encer atau cair, 3 kali atau lebih dalam 24 jam dan di dalam tinja
disertai dengan atau tanpa lendir atau darah (Rimawati, 2005).
Diare merupakan gejala penyakit yang
penting dan dapat disebabkan banyak
faktor seperti salah makan. Kejadian diare biasanya berhubungan dengan musim,
misalnya pada musim buah-buahan sering bersamaan banyaknya lalat. Gejala
penyakit ini dapat berbahaya dan menyebabkan kematian pada anak-anak kecil
terutama bila pada penderita didapatkan gizi kurang (Rimawati, 2005).
Diare dapat menyebabkan anak tidak
mempunyai nafsu makan sehingga kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk
ke tubuhnya, yang dapat berakibat kurang gizi. Serangan diare berulang atau
diare akut yang berat pada anak berakibat kurang gizi dan mengarah ke KEP
merupakan resiko kematian (Rimawati, 2005).
Anak yang menderita diare mengalami
penurunan cairan serta gangguan keseimbangan zat gizi dan elektrolit. Zat gizi
tidak dicerna, diserap usus dan hilang larut begitu saja bersama tinja
(Rimawati, 2005).
Banyak faktor yang menimbulkan penyakit
diare antara lain faktor lingkungan, faktor balita, faktor ibu, dan faktor
sosiodemografis. Dari beberapa faktor tersebut, faktor lingkungan cukup banyak
diteliti dan dibahas dari segala aspek seperti dari Sarana Air Bersih (SAB),
jamban, Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), keadaan rumah, tempat pembuangan sampah,
kualitas bakteriologis air bersih dan kepadatan hunian (Adisasmito, 2007).
Penyebab diare, antara lain infeksi dari
berbagai bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum,
infeksi berbagai macam virus, alergi makanan, khususnya susu atau laktosa
(makanan yang mengandung susu), parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan
atau minuman yang kotor (USAID).
2.2
Perawatan
Anak Yang Sedang Sakit Kritis
Menghadapi
dan merawat anak yang sedang sakit dan berada dalam kondisi yang kritis merupakan
hal yang berat dan sulit untuk dihadapi oleh orang tua. Disamping harus
menangani masalah kesehatan, orang tua juga harus menghadapi keadaan psikis,
efek emosional dari seluruh anggota keluarga yang ditimbulkan akibat adanya
penyakit yang berkepanjangan. Untungnya, semua masalah ini tidak perlu di
hadapi sendiri: kelompok dukunga, pekerja sosial, dan kerabat sering memberi
uluran tangannya untuk membantu Anda.
a) Menjelaskan
Penyakit Kronis kepada Anak
Komunikasi yang jujur sangat penting
untuk menolong anak menghadapi kondisi kesehatannya. Sangat penting bagi anak
untuk mengetahui bahwa dia sakit dan akan mendapat banyak perawatan. Rumah
Sakit dan obat mungkin dapat menakutkan, namun mereka merupakan bagian yang
menolong anak Anda.
Ketika Anda menjelaskan tentang penyakit
dan pengobatan, berikan jawaban yang jelas dan jujur dari setiap pertanyaan
dengan cara yang anak Anda mudah untuk mengerti. Juga penting untuk menjelaskan
secara tepat dan mempersiapan anak Anda untuk setiap pengobatan. Dan juga kemungkinan
adanya ketidaknyamanan yang dapat muncul selama pengobatan tersebut.
Hindari mengatakan, bahwa itu semua
tidak akan menyakitkan, jika prosedur yang harus dilakukan akan menyakitkan.
Sebaiknya, jujurlah jika prosedur/tindakan dapat menimbulkan nyeri, tekanan,
atau nyeri namun yakinkan anak Anda
bahwa apa yang dirasakan hanya bersifat sementara dan sampaikan bahwa Anda akan
menemani dia, serta memberi dukungan kepadanya.
Beberapa RS memberikan pilihan kepada
orang tua untuk berbicara dengan anak-anaknya mengenai penyakit yang dialami
secara sendiri, atau didampingi oleh dokter atau seluruh tim kesehatan yang
menangani masalah anak Anda. Dokter atau ahli kesehatan yang lainnya dapat
menawarkan bagaimana cara berbicara kepada anak Anda mengenai penyakitnya.
b) Mengarahkan
Emosi
Anak
Anda akan memiliki berbagai perasaan mengenai perubahan keadaan kesehatannya.
Hal ini harus bisa di dukung dengan mendorong anak mengekspresikan perasaan,
kepedulian dan ketakutannya. Tanyakan apa yang anak Anda alami dan dengarkan
penjelasannya sebelum mengatakan apa yang ada di dalam pikiran Anda dan
menjelaskan.
Cara komunikasi tidak harus dengan cara
verbal. Musik, menggambar dan menulis kadang menolong anak yang hidup dengan
jenis penyakit mengancam jiwa, untuk menunjukkan emosi mereka melalui
fantasi yang mereka ciptakan sendiri.
Anak juga perlu diingatkan bahwa mereka
bukanlah penyebab dari penyakit yang mereka derita. Hal ini biasa terjadi pada anak-anak bahwa
mereka sakit akibat apa yang mereka katakan, lakukan, atau yang mereka
pikirkan. Yakinkan anak Anda bahwa ini tidak ada hubungannya dan jelaskan
dengan mudah apa penyebab penyakit yang diderita anak Anda. (Anda juga dapat
meyakinkan anak Anda, bahwa apa yang mereka lakukan dan katakan tidak akan
menimbulkan suatu penyakit.)
Dari seluruh pertanyaan, tidak
seluruhnya dapat dijawab dengan mudah. Anda tidak dapat menjamin bahwa semuanya
akan baik-baik saja. Namun, Anda dapat membantu anak Anda merasa lebih baik
lagi dengan mendengarkan, mengatakan “tidak apa-apa” dan dengan mudah mengerti
apa yang dialamai, dan menjelaskan bahwa Anda dan keluarga akan memperlakukan
dia senyaman mungkin.
Jika anak Anda bertanya, “Kenapa harus
aku?”, tidak masalah jika memberikan kejujuran dengan menjawab “Saya tidak
tahu…”. Jelaskan bahwa walaupun tidak ada yang tahu bagaimna penyakit itu bisa
muncul, dokter akan mengobatinya (jika itu merupakan penyakit yang diderita).
Jika anak Anda mengatakan “ga adil aku jadi sakit begini…” akui bahwa anak Anda
benar. Sangat penting bagi anak Anda untuk mengetahui bahwa dia berhak marah
karena penyakit yang dideritanya.
Anak Anda dapat bertanya, “apakah aku
akan meninggal?” bagaimana Anda menjawab tergantung dari usia anak Anda, dan
tingkat kematangannya. Sangat penting
untuk mengetahui ketakutan apa yang dialami oleh anak Anda dan mengatasinya.
Untuk meyakinkan anak Anda kembali, Anda
bisa menjelaskan konsep kematian menurut agama, budaya, dan kepercayaan Anda.
Jangan menyamarkan konsep kematian dengan menyamakan kematian dengan pergi
tidur untuk sementara karena hal itu akan membuat anak Anda takut untuk tidur.
Penting bagi anak-anak untuk mengetahui
bahwa ada orang-orang yang sayang terhadap mereka, dan akan selalu ada untuk
mereka, dan membuat mereka nyaman dalam kondisi penyakit mereka.
Sama seperti orang dewasa, anak-anak
membutuhkan waktu untuk menerima diagnosis dari penyakit yang dideritai dan
perubahan dalam tubuh mereka. Sangat normal bila ada kecenderungan menjadi
sedih, tertekan, marah, takut bahkan menyangkal bahwa mereka sakit. Pertimbangkan
untuk melakukan konseling dengan tenaga professional jika apa yang dialamai
anak Anda sudah cukup mengganggu aktivitas sehari-hari, menarik diri, perubahan
perilaku yang negatif.
c) Tambah
Tenaga Anda
Tekanan
yang Anda dapat dalam merawat dan mengahadapi anak Anda yang mengalami masalah
ksehatan, merupakan masalah yang besar, namun dapat tips di bawah ini dapat
membantu meringankan:
Ø Bagi
permasalahan menjadi bagian-bagian kecil sehingga dapat dibagi tugas. Jika
perawatan dan pengobatan anak Anda diperkirakan akan di lakukan dalam jangka
waktu yang lama, maka dapat dibuat pengaturan melalui pembagian waktu.
Perencanaan perminggu atau perbulan dalam sekali waktu, dapat mengurangi waktu
terbuang dan efek besar yang dapat ditimbulkan.
Ø Perhatikan
juga kebutuhan pribadi Anda. Beristirahat dengan baik dan cukup, dan makan
makanan yang bergizi. Tetap menjaga kebiasaan sehari-hari, hubungan dengan
kerabat, dan juga hobi Anda.
Ø Mintalah
bantuan kepada teman Anda. Biarkan mereka mengganti tugas Anda untuk menemani
latihan bola kaki atau latihan drama anak Anda yang lain. Biarkan orang lain,
baik itu saudara maupun teman untuk berbagi tanggung jawab untuk merawat anak
Anda. Ingatlah bahwa Anda tidak dapat melakukan semuanya sendiri.
Ø Minta
pertolongan dalam menangani masalah keuangan dalam hal pembiayaan penyakit anak
Anda.
Ø Ketahui
bahwa setiap orang menangani stres dengan caranya masing-masing. Jika pasangan
Anda memiliki kekhawatiran yang berbeda, bicarakan, dan cobalah untuk membantu
dia. Jangan berpura-pura seakan-akan dia tidak ada.
Ø Bangunlah
kerjasama dengan tenaga kesehatan professional. Ketahuilah, bahwa Anda semua
adalah satu tim. Berikan pertanyaan, dan pelajari mengenai penyakit anak Anda.
Ø Konsultasikan
dengan orang tua yang lain dalam kelompok kecil, (support group) di rumah sakit
atau pusat kesehatan setempat. Mereka dapat menawarkan informasi dan empati.
Ø Cari
sebanyak mungkin mengenai kelompok tersebut yang memiliki masalah yang sama
dengan Anda.
Ø Tetap
ikuti agenda Anda dan buat catatan
Ø Kerja
sama dengan personil pendukung yang ditawarkan oleh rumah sakit.
2.3
Tinjauan
Umum Tentang Pengasuhan Orang Tua
Pengasuhan
adalah serangkaian interaksi yang intensif dalam mengarahkan anak untuk
memiliki kecakapan hidup. Oleh karena itu melibatkan aktivitas atau ketrampilan
fisik dalam memberikan rangsangan serta memberikan respon yang tepat untuk
situasi yang spesifik (Lubis, 2008).
Menurut Depkes RI (2000) dalam
penelitian Cut Ruhana Husain tahun 2008. Pola asuh anak adalah kemampuan
seseorang untuk mengambil keputusan yang berdampak luas pada kehidupan seluruh
anggota keluarga yang menjadi dasar penyediaan pengasuhan yang tepat dan
bermutu pada anak termasuk pengasuhan makanan bergizi.
Sering
dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga, jantung dalam tubuh merupakan
alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apabila jantung berhenti
berdenyut maka orang itu tidak bisa melangsungkan hidupnya. Dari perumpaan ini
bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral dan sangat
penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya seorang ibu terutama terlihat
sejak kelahiran anaknya (Husain, 2008)
Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan
standar kesehatan, disamping harus mengatur pola makan yang benar juga tak
kalah pentingnya mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa
ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak,
memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota
keluarga (Husain, 2008).
Dalam masa pengasuhan, lingkungan
pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan
berkembang di bawah asuhan dan perawatan orang tua oleh karena itu orang tua
merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak
beradaptasi dengan lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola
pergaulan hidup yang berlaku dilingkungannya. Dengan demikian dasar
pengembangan dari seorang individu telah diletakkan oleh orang tua melalui
praktek pengasuhan anak sejak ia masih bayi (Husain, 2008).
Pengasuhan berasal dari kata asuh (to
rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil.
Wagnel dan Funk menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi
bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain diutarakan
oleh Webster yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing menuju ke
pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan dan
sebagainya terhadap mereka yang di asuh (Husain, 2008).
Dari beberapa pengertian tentang batas
asuh, menurut Whiting dan Child dalam proses pengasuhan anak yang harus
diperhatikan adalah orang-orang yang mengasuh dan cara penerapan larangan atau
keharusan yang dipergunakan. Larangan maupun keharusan terhadap pola pengasuhan
anak beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak mengandung
sifat: pengajaran (instructing), pengganjaran (rewarding) dan pembujukan
(inciting) (Husain, 2008).
Di negara timur seperti Indonesia,
keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu seringkali di pegang oleh
beberapa orang lainnya seperti nenek, keluarga dekat atau saudara serta dapat
juga di asuh oleh pembantu (Husain, 2008).
Kerangka konseptual yang dikemukan oleh
UNICEF yang dikembangkan lebih lanjut oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa
tiga komponen makanan–kesehatan–asuhan merupakan faktor-faktor yang berperan
dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Engle et al
(1997) mengemukakan bahwa pola asuh meliputi 6 hal yaitu (Husain, 2008) :
a. perhatian/dukungan
ibu terhadap anak
b. pemberian
ASI atau makanan pendamping pada anak
c. rangsangan
psikososial terhadap anak
d. persiapan
dan penyimpanan makanan
e. praktek
kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan dan
f. perawatan
balita dalam keadaan sakit seperti pencari pelayanan kesehatan.
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa
masalah gizi adalah refleksi dari faktor pola asuh, pola makan dan asupan zat
gizi yang tidak benar karena berbagai macam faktor di masyarakat. Peranan
keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat menentukan status gizi dan
tumbuh kembang anak. Ibu yang dapat membimbing anak tentang cara makan yang
sehat dan makanan yang bergizi akan meningkatkan status gizi anak (Asrar dkk,
2009).
Pola pengasuhan anak adalah pengasuhan
anak dalam pra dan pasca kelahiran, pemberian ASI, pemberian makanan, dan
pengasuhan bermain (Asrar dkk, 2009).
Menurut
Jus’at (2000) dalam penelitian Amin dkk
(2004) pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktu,
perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan
sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak berupa
sikap dan praktik pengasuhan ibu lainnya dalam kedekatannya dengan anak,
merawat, cara memberi makan serta kasih sayang.
Pola asuh anak merupakan perilaku yang
dipraktikkan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek atau orang lain) dalam pemberian
makanan, pemeliharaan kesehatan, pemberian stimulasi, serta dukungan emosional
yang dibutuhkan anak untuk tumbuh kembang. Kasih sayang dan tanggung jawab
orang tua juga termasuk pola asuh anak (Asrar dkk, 2009).
Hasil
uji statistik yang dilakukan terhadap hubungan pola asuh dengan status gizi,
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (p<0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa semakin baik pola asuh semakin baik status gizi. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Bibi bahwa dengan adanya pola asuh yang baik
utamanya asuhan gizi maka status gizi akan semakin baik. Depkes RI mengemukakan
bahwa pola pengasuhan yang diberikan ibu pada anak berhubungan dengan keadaan
kesehatan (baik fisik maupun mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan, peran dalam keluarga dan adat kebiasaan dari ibu (Amin dkk,
2004).
Perawatan dasar dan higiene perorangan
memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap status gizi. Hal ini sejalan
dengan penelitian Husaini yang mengemukakan bahwa dalam upaya memperbaiki
status gizi anak, dilakukan upaya pencegahan penyakit menyangkut perawatan
dasar terhadap anak yaitu dengan memberikan imunisasi secara lengkap, pemberian
vitamin A secara berkala (mengikuti bulan pemberian vitamin A) dan upaya
perbaikan sanitasi terhadap anak, ibu dan lingkungan (Amin dkk, 2004).
Status kesehatan merupakan salah satu
aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak kearah membaik. Status
kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak,
menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya
keadaan kesehatan anak. Status kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit
pada anak apabila anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap
penyakit sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Status keshatan
anak dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan
imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada serta upaya
ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila anak sakit. Jika anak
sakit hendaknya ibu membawanya ke tempat pelayanan kesehatan seperti rumah
sakt, klinik, puskesmas dan lain-lain (Amin dkk, 2004).
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Penanganan terhadap
bayi yang sedang kritis adalah:
a. Menjelaskan
Penyakit Kronis kepada Anak
Komunikasi yang jujur
sangat penting untuk menolong anak menghadapi kondisi kesehatannya. Sangat
penting bagi anak untuk mengetahui bahwa dia sakit dan akan mendapat banyak perawatan.
Rumah Sakit dan obat mungkin dapat menakutkan, namun mereka merupakan bagian
yang menolong anak Anda.
b. Mengarahkan
Emosi
Anak Anda akan memiliki
berbagai perasaan mengenai perubahan keadaan kesehatannya. Hal ini harus bisa
di dukung dengan mendorong anak mengekspresikan perasaan, kepedulian dan
ketakutannya. Tanyakan apa yang anak Anda alami dan dengarkan penjelasannya
sebelum mengatakan apa yang ada di dalam pikiran Anda dan menjelaskan.
c. Tambah
Tenaga Anda
Tekanan yang Anda dapat
dalam merawat dan mengahadapi anak Anda yang mengalami masalah ksehatan,
merupakan masalah yang besar, namun dapat tips di bawah ini dapat membantu
meringankan beberapa hal.
3.2
Saran
Diharapkan dengan
adanya makalah ini, para orang tua menjadi lebih waspada dan selalu memperhatikan
kondisi sang buah hati. Dan untuk pihak kesehatan, agar tidak bosan-bosannya
untuk mengingatkan kepada masyarakat agar sadar betapa pentingnya kesehatan
bayi yang harus selalu diawasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Kesehatan R.I 1994 Profil Kesehatan
Indonesia 1994, Pusat Data Kesehatan, Jakarta
Foster, George M dan Barbara G. Anderson 1986
Antropologi Kesehatan, diterjemahkan oleh Meutia F. Swasono dan Prijanti Pakan.
Jakarta: UI Press
Iskandar, Meiwita B., et al 1996 Mengungkap Misteri
Kematian Ibu di Jawa Barat, Depok, Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga
Penelitian, Universitas Indonesia.
Kalangi, Nico S 1994 Kebudayaan dan Kesehatan,
Jakarta: Megapoin.
Koentjaraningrat dan A.A Loedin 1985 llmu-ilmu
sosial dalam Pembangunan Kesehatan, Jakarta: PT Gramedia.
Raharjo, Yulfita dan Lorraine Comer 1990
"Cultur Attitudes to health and sickness in public Health programs: a
demand-creation approach using data from West Aceh, Indonesia",Health
Transition: The Cultural. Social and Behavioral determinants of Health, volume
11. Disunting oleh John C. Caldwell, et al., Canberra: Health Transition
Centre.
Reddy, P.H. 1990 "Dietary practices during
pregnancy, lactation and infaancy : Implications for Health", Health
Transition : The Culture. Social and Behavioral determinants of Health, volume
II. Disunting oleh John C. Caldwell, et al., Canberra: Health Transition
Centre.
Wibowo, Adik 1993 Kesehatan Ibu di Indonesia: Status
"Praesens" dan Masalah yang
dihadapi di lapangan. Makalah yang dibawakan pada
Seminar " Wanita dan Kesehatan", Pusat Kaajian Wanita FISIP UI, di
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar